The Land of the Buddha~deep concentration~ Tujuan utama kami ke tiga negara sekaligus (India, Nepal, Sri Lanka) adalah mengunjungi tempat-tempat relijius bersejarah bulan Mei 2003.
Engga pernah nyangka, akhirnya my dream came true! Bisa mengunjungi India, negara yang entah kenapa, sejak saya kecil, selalu mendapat tempat spesial di hati! Mungkin juga karena saya teramat terpesona dengan profil-profil orang India yang cantik-cantik dan tampan-tampan. Sampai-sampai kalau saya menggambar kepala manusia, teman-teman dan ibu saya mengomentari bahwa gambar-gambar cewek atau cowok itu kok mirip orang India!! Saya sendiri tidak pernah menyadarinya. Yang penting, saya menyukai model wajah begini, mata dan hidung begitu, bibir dan tulang pipi serta dagu begini..... Yah sudah!
Ketika pertama kali saya "jatuh cinta" dengan Buddha Gautama sekitar usia 10 tahun, dan profil sang guru yang sering saya lihat di majalah, buku-buku Buddhis, atau poster-poster, adalah menyerupai profil India, kemudian membuat saya terkesan bahwa "rupa" Sang Buddha ya memang seperti itu: kelopak mata besar walaupun selalu terlihat memandang ke bawah atau "setengah terbuka", alis dan bulu mata tebal, hidung mancung, bibir tipis tersenyum, wajah agak oval, dengan kening sangat manis, tidak terlalu lebar, juga tidak terlalu sempit, leher jenjang, dan tubuh keseluruhannya tidak gemuk, juga tidak kurus (mungkin sih seharusnya tubuhnya kurus sekali, mengingat makannya hanya sekali sehari dan itu pun mungkin tidak banyak)
Dan mungkin juga, karena saya banyak membaca kisah-kisah hidupnya sambil menghafalkan nama-nama tempatnya, semakin saya dewasa, semakin berharap suatu saat saya akan dapat mengunjungi tempat-tempat yang pernah menjadi tempat tinggal atau persinggahan Buddha semasa hidupnya. Yang juga menarik perhatian saya ketika kecil adalah nama-nama orang dan tempat di India itu yang terdengar begitu "indah dan manis" di telinga saya, seperti: Maha Maya, Sidharta Gautama, Yasodhara, Suddhodana, Rahula, Maha Prajapati, Ananda, Sariputra, Mogalana, Anatapindika, Sujata, Bodhi, Mudra, Lumbini, Isipatana, Uruwela, Savatti, Rajagiri, dan banyak lagi.
Kesukaan saya akan nama-nama itu hampir sama dengan nama-nama Spanyol, Venezuela, Filipina. Sebut saja tokoh-tokoh telenovela beserta nama-nama tempatnya. Manis-manis kedengarannya, kan?
Nah, kembali ke India.
Jauh sebelum Deki dan saya dapat mengikuti "pilgrimage tour: Follow the Buddha's footsteps" dengan "Sitta Tour and Travel" (pemiliknya memang orang India di Delhi), dan "Sengeh Tour and Travel" (punya orang Tibet yang tinggal di Delhi), saya sudah sangat akrab dengan film-film India (bahkan sejak SMA, suka nonton di Rivoli....), bintang-bintang, serta lagu-lagu Bollywoodnya!!
Ga tahu persis kenapa saya amat menyukai sesuatu yang serba India! I just like it!
Hingga suatu saat, kami bisa melaksanakan perjalanan ke India (dan sekalian ke), Nepal, serta Sri Lanka. Suatu berkah, mendapatkan kesempatan mewujudkan impian dan keinginan yang sudah bertahun-tahun terpendam...
Rencana kami pergi ke India sempat mengundang tawa teman-teman, tetangga dan bahkan saudara-saudara/kerabat sendiri. :) Nada-nada yang mengandung rasa aneh dan "lucu" saya dapatkan sebagai respons yang sudah saya duga sebelumnya. Yah, siapa yang tidak merasa "geli" mendengar kami akan berlibur ke India, negara yang mungkin terkesan "banyak orang miskin, kotor, jorok", dsb. Mungkin di dalam pikiran mereka: "Iiih,, kok jalan-jalan ke India? Jalan-jalan mah ke Eropa, Amerika, Jepang, China, atau apalah yang lain, tapi bukan India! Indonesia aja, dibandingin India, jauh lebih baik dan nyaman keadaannya"..... LOL!
Iya juga sih!
Tapi siapa yang mengerti betapa gembiranya hati saya ketika saya dan suami akan bisa segera mewujudkan impian kecil saya.....! :) Biarin orang lain "ngejek", "ngledek" atau "ngenyek akan rencana itu", justru saya sangat bersyukur menjadi satu dari sekian banyak orang yang punya kesempatan mengunjungi India! Masabodoh deh mereka menertawakan!
Akhirnya, saat yang ditunggu-tunggu sekian puluh tahun, tiba juga. Awal Mei 2003 kami berangkat dengan jadwal ketat yang sudah dkonfirmasi dengan tujuan Delhi dulu. Pokoknya, pas Wesak nanti harus ada di Bodhgaya, negara bagian Bihar, Utara India. Karena itu awal-awal Mei, kami mempersiapkan perjalanan ke segitiga emas dulu: Delhi-Agra-Jaipur.
Indira Gandhi Airport tampak tidak sehebat Soekarno-Hatta, namun pemeriksaannya jauh lebih menegangkan dari airport lain yang pernah saya singgahi. Entah kenapa, saya merasa hanya di situlah (dan di Los Angeles-tahun 2004, serta Filipina tahun yang sama) terasa pemeriksaan sangat berlebihan! Tapi memang mungkin itu sudah menjadi peraturan, tidak nyaman tetapi memberikan rasa aman!
Tapi Busyett deh, suhu di Delhi siang hari hampir mencapai 48 derajat Celcius! Serasa di depan kompor atau oven!! Tapi mungkin saking panas dan keringnya, ketika SARS merebak di seluruh Asia saat itu, justru di India hampir tidak ada laporan korban tewas karena SARS! Saya pikir, hal ini terjadi karena begitu panasnya udara di sana sampai (kemungkinan besar) kuman SARS pun mati, sama seperti banyaknya orang dan hewan yang mati kepanasan! Di jendela kamar hotel, saya melihat seekor burung mati kering, tanpa mengeluarkan bau! Kering kerontang seperti potongan kayu!
Ya, hampir di semua tempat yang kami kunjungi, panasnya seperti itu.
Kunjungan ke Segitiga Emas: Delhi - Agra- Jaipur
a. Delhi
Sudah banyak yang tahu tentang Delhi, ibukota India, yang lebih sepi daripada Mumbay atau Bombay, pusat industri film Bollywood, yang belum lama ini juga sempat mengalami pemboman yang menghebohkan itu.
Yang mungkin menjadi ciri khas India, selain kuil Hindu, Jain dan masjid, serta orang-orangnya yang memang sangat cantik (bahkan di usia tua) dan tampan, adalah bunyi klakson mobil yang siang malam tetap "nyaring", berisik! :)
Old Delhi dan New Delhi sangat terlihat mencolok perbedaannya.
Di Old Delhi, sebagian besar penduduknya beragama Islam. Mesjid yang terbesar dan mungkin terindah bernama Jama Masjid. Sayangnya, masjid ini amat kotor dengan berserakannya kotoran burung merpati dan gagak yang bertebangan bebas hingga memasuki bagian beranda Masjid. Banyak pula orang yang berdoa di halaman yang luas.
Juga diajak ke Red Fort dan Raj Ghat
Di New Delhi, lebih banyak orang yang beragama Hindu, sedangkan Buddha merupakan minoritas. Di New Delhi kami diajak berkunjung ke Qutub Minar dan Bahai Temple.
b. Agra
Sudah tentu "Taj Mahal" tujuan utama kami.
c. Jaipur, ibu kota Rajashtan.
Orang-orang disini kulitnya lebih gelap daripada di Delhi. Juga sebagian besar beragama Islam. Beberapa yang saya lihat, termasuk orang-orang Gurkha (dengan pakaian hitam-hitam beserta cadar wajahnya).
Yang kami kunjungi adalah: Hawa Mahal, Amber Fort, Jantar Mantar
(Perjalanan dilanjutkan ke tempat-tempat relijius Buddhis)