30 Desember, 2008


Mungkinkah

ibuku mengidap OCD?



Belum bisa dipastikan benar! Karena sampai dengan usianya yang sekarang ini (76 tahun bulan April 2009) belum pernah memeriksakan diri ke psikolog atau psikiater.

OCD atau Obsessive-Compulsive Disorder adalah satu "keadaan mental" yang tidak wajar, yang biasanya ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran atau perasaan-perasaan tertentu secara INTRUSIF dan BERULANG-ULANG atau REPETITIF, seperti:
- TAKUT atau Cemas yang berlebihan (misalnya, sangat takut kotor, takut terserang penyakit walaupun hanya sekedar flu, takut tangan kurang bersih walaupun sudah dicuci, menyeka tangan berulang-ulang setelah bersalaman dengan seseorang, menyeka pipi berulang kali yang dicium seseorang, dsb.) atau RAGU yang berlebihan (ragu, apakah pintu rumah ada yang belum dikunci ketika akan meninggalkan rumah, cemas apakah kompor atau kran air belum dimatikan dsb)

Melakukan suatu tindakan yang repetitif seperti berdehem (clear the throat) padahal tidak ada yang mengganggu di tenggorokannya, atau mengulang perkataan berkali-kali sepertinya orang yang diajak berbicara belum juga mengerti apa yang dia katakan, dsb.

Namun gejala-gejala tersebut tidak dengan serta merta memastikan bahwa orang tersebut positif mengidap OCD.
Pada orang yang terindikasi mengidap, mereka menyadari bahwa apa yang ada dalam pikirannya adalah tidak nyata/salah sehingga berusaha melawannya. Hal tersebut tentu saja dapat menyebabkan stres karena terus-menerus dihantui oleh perasaan dan bayangannya.

Gangguan ini dapat menjadi semakin parah menjadi OCPD (Obsessive-Compulsive Personality Disorder), menganggap apa yang ada dalam pikirannya adalah benar/nyata sehingga perbuatan yang berlebihan (keanehan) atau ketidakwajaran yang dilakukannya tidak dianggap mengganggu, bahkan sebaliknya: ada kecenderungan menikmatinya!

Rasa jijiknya pada suatu kontaminasi (mysophobia) yang sangat berlebihan juga terlihat pada cairan yang keluar dari tubuh orang, misalnya air liur, keringat, lendir, muntah, air seni, atau juga feces (kotoran manusia).

Saya tahu benar, sebelum ibuku menjalankan rutinitasnya di kamar mandi, ia memerlukan waktu sekian lama untuk menyiram-nyiram kloset lagi serta lantai (walaupun baru saja dibersihkan oleh pembantu dengan menggunakan sabun dan pembersih tertentu). Barulah setelah ia merasa benar-benar "aman", ia akan merasa yakin untuk memulai rutinitasnya. Setelah selesai pun, ia akan memerlukan beberapa waktu lagi membersihkan kamar mandinya sebelum benar-benar keluar dari situ.


Saya tidak menemukan hal ini pada kakak dan adiknya.Saya dengar, ada penderita OCD yang sangat ekstrim: takut kalau sabun pembersih terkontaminasi oleh kotoran atau kuman. Sangat sulit bagi para penderita OCD untuk berada di tempat yang dianggapnya menjadi "sarangkotoran dan kuman", seperti bengkel, toilet umum atau toilet di rumah orang lain yang dikunjunginya, gudang penyimpanan barang-barang, dsb.

Sepanjang yang saya ingat (sejak saya TK atau SD), saya seringkali melihat ibuku ini bolak-balik ke "wastafel" untuk mencuci tangan, bahkan bukan setelah melakukan sesuatu yang membuat tangannya kotor.


Nenek pernah bercerita kepada saya, bahwa ketika ibuku masih bayi berusia 6 bulan, kedua kakinya akan ditekuk karena tidak mau didudukkan di atas "bale" (sebutan orang Sunda untuk tempat duduk-duduk atau tidur santai yang terbuat dari bambu), hanya karena bale tersebut terbuat dari bambu hitam, padahal kata nenek, bambu bale tersebut sudah sangat mengkilap, bersih. Tapi ibuku yang masih bayi tersebut memilih minta digendong sambil menangis karena menolak kakinya bersentuhan dengan bale hitam itu.


(ide digendong)


Boleh jadi, saat itu pun gejala OCD sudah mulai menyerang, tetapi karena nenek adalah orang kuno dan juga tidak pernah tahu tentang gangguan ini, maka beliau mungkin menganggapnya hal yang wajar saja dan tidak ada tindakan apapun untuk mengatasinya, hingga hal itu semakin berkembang seiring bertambahnya usia ibuku. Padahal selagi gejala tahap ringan itu mulai terlihat, ia dapat dilatih untuk meringankan ketidakwajaran tersebut.. atau bahkan mungkin bisa menghilangkannya.

Seharusnya, ketika ibuku sudah beranjak kanak-kanak dan remaja, bisa dilatih dengan cara paling sederhana, yaitu dengan mengajarinya membiasakan diri melawan kebiasaan-kebiasaan yang sering muncul tersebut secara bertahap. Tetapi ternyata semakin dewasa, kata nenek, ibuku semakin terlihat memiliki gejala-gejala takut kotor dan cemas yang "berlebihan" itu, dan sudah tidak bisa diubah lagi.

Yang lebih merepotkan lagi adalah, kalau ada benda miliknya jatuh ke lantai, halaman, atau jalan raya, ia tidak akan lagi memakainya, walaupun itu benda kesayangannya!
Selain itu, benda-benda miliknya yang secara tidak disengaja bersentuhan dengan ban mobil, misalnya, tidak akan dipakainya kembali.

Lebih "hebat" lagi, kalau sebuah tasnya berisi banyak perlengkapan, termasuk obat-obatan, dan tas itu secara tidak sengaja ada yang meletakkannya di lantai atau di tempat-tempat yang dilalui sepatu/sandal orang, maka tas itu berikut isinya semua juga tidak akan pernah berkenan dipakainya kembali!!!

Pernah terjadi, ketika saya masih duduk di SMP, ia dan pembantu kami membersihkan lemari tempat perabot rumahtangganya yang eksklusif disimpan. Perabot itu konon belum pernah dipakainya sekali pun sejak ayahku membelikannya beberapa saat setelah mereka menikah! (Ini info dari ayahku sendiri).


Pembantu kami menemukan seekor cecak kering di antara tumpukan piring buatan Belanda yang indah itu. Mendadak sontak, begitu ia memperlihatkan cecak kering yang sudah entah berapa bulan mati di situ, ibuku langsung seperti kena teror... Dan ia mengatakan kepada pembantu kami itu: "Saya ngga mau lagi piring-piring itu ada disitu. Jijik!! Cepat keluarkan semua. Ambil saja buat kamu!"


Ayahku yang kebetulan duduk tidak jauh dari situ, dan saya sedang asyik menggambar, semeja dengan beliau, mengalihkan perhatian kami kepada ibuku yang tengah sibuk mengatasi rasa jijiknya... dan si pembantu yang kelihatan bengong mendengar apa yang dikatakan ibuku. Bagaimana tidak bengong, sebentar lagi dia akan mendapatkan perlengkapan makan yang mungkin dia sendiri tidak tahu bagaimana menggunakannya (jangan-jangan.... set perlengkapan makan itu kelak bahkan akan dijualnya!!) Mungkin saja!

Set yang terdiri dari piring makan, piring kue, cangkir, teko untuk kopi dan teh, tempat keju, serta 6 buah mangkuk sup bertelinga, yang sangat indah, buatan Belanda itu, segera dikeluarkan dari lemari (tentunya kemudian menjadi milik pembantu ibuku!). Lemari segera dibersihkan, tapi bagian itu tidak pernah digunakannya lagi, hanya diberi alas koran di tiap ambalannya serta kamper lemari.

Ayahku yang biasa dipanggil "kukuh" itu memang luar biasa sabarnya dan baiknya menghadapi kebiasaan ibuku yang biasa dipanggil "ide" itu. Seingat saya, ketika urusan membersihkan lemari itu selesai, kukuh menyampaikan perasaannya kepada saya: "Kukuh ingat, perlengkapan makan itu dibeli di toko De Son di Pasar Baru, beberapa waktu setelah menikah. Kukuh membelikan barang itu untuk ide sebagai hadiah perkawinan. Ide sendiri yang memilih. Tapi selama belasan tahun, tidak pernah sekalipun perlengkapan itu digunakan sebagai wadah makan pagi atau malam. Kukuh pikir, mungkin ide begitu menghargai dan sayang terhadap hadiah perkawinan itu sampai tidak tega memakainya. Tapi tidak disangka, sebegitu mudahnya ide 'membuang' barang itu, Setidaknya, memberikannya kepada orang yang belum tentu bisa menghargai set makan seperti itu!"



Untungnya, lemari itu tidak sampai "dibuang" atau diberikan kepada orang lain! Dibiarkan di tempatnya, tetapi tidak disentuhnya!

Seingat saya, bahkan sampai saya meninggalkan rumah tempat saya dilahirkan itu untuk melanjutkan pendidikan di Jakarta, dan hingga saya sering menjenguknya bersama anak-anak saya, lemari bekas cecak kering itu tidak pernah dibukanya, apalagi digunakan untuk menempatkan barang lain! ~ Sebegitu merasa jijikkah beliau?

Pernah juga OCDnya ide ini sampai membuat dua orang berselisih berat.



Ia mempunyai pembantu yang sudah sangat dipercayanya, hampir sebaya dengannya, yang mulai bekerja pada keluarga kami ketika saya masih berusia 10 tahun. Suatu hari ketika saya mengunjungi ide di Serang bersama Nana (putri saya yang masih berusia 2 tahun ketika itu) serta seorang pembantu yang membantu mengasuh, kukuh memberikan sebuah boneka kucing yang bagus sekali kepada Nana. Saya yakin, saat itu (tahun1987), kukuh membeli boneka tersebut dengan harga mahal karena buatan Jepang (tertulis di labelnya), bukan buatan Korea, Taiwan, Hong Kong, atau Karawang (yang sekarang banyak memproduksi stuffed toys seperti itu)



Namanya juga anak-anak....

Nana memeluk boneka kucing itu dengan ekor yang menjuntai ke bawah. Ketika itu papanya akan pergi kerja dan kami mengantarnya menaiki mobil. Setelah papanya memeluk Wirya dan Nana yang ketika itu tangannya dituntun oleh pembantu kami, bersiap berangkatlah si papa.

Nana yang belum mengerti tentang "hati-hati", tidak peduli terhadap ekor kucingnya yang menyentuh ban mobil papa. Dengan bahasa bayinya, dia melambaikan tangan mengantar kepergian papanya. Peristiwa itu menarik perhatian ide.



Sementara perhatian kami kepada papa Nana yang akan berangkat kerja, perhatian ide justru kepada ekor kucing yang menyentuh ban sebelum ban berputar!

Tentu saja itu membuat ide "gerah"! Kami yang diceritakan apa yang dilihat ide, benar-benar tidak mengakui memperhatikannya. Ide mengatakan, "Nana, jangan pegang kucing itu lagi, nanti kulit Nana gatal-gatal, kena kuman dari ban mobil papa!"

Nana yang tidak mengerti apa-apa, tidak mau melepaskan kucing yang dipeluknya walaupun dibujuk. Lalu saya mengatakan kepada ide, "Nanti akan saya bawa ke laundry untuk dry-clean. Kumannya pasti mati!"

Tapi ide melarang, dan mengatakan bahwa sebaiknya boneka itu diberikan saja kepada Siti, pembantu saya yang mengasuh Nana. Dengan menangis, Nana "merelakan" kucing barunya itu diberikan kepada Siti, setelah ia dijanjikan untuk dibelikan yang baru!

Siti memang senang mendapat boneka itu karena ia mempunyai adik kecil di kampungnya, dan dia berencana memberikan kucing tersebut kepadanya kalau pulang Lebaran nanti. Nana dimandikan kembali atas perintah ide, yang bagi beliau akan mengusir kuman ban mobil yang mungkin sudah mengenai pakaian atau kulit Nana (karena boneka itu dipeluknya).

Setelah Nana selesai mandi, giliran Siti yang harus mandi bersih dan mengganti pakaiannya dengan yang bersih.

Siapapun tidak menyangka, kalau kemudian kucing yang akan diberikan kepada adik si Siti akan menimbulkan recok antara pembantu ide (yang sudah lama bekerja itu) dengan Siti. Siti datang kepada saya setelah mandi dan bertukar pakaian sambil menangis. Saya tanya ada apa, katanya, "Saya minta maaf, bukan ga nerima boneka itu, tapi saya dimarahin si mbok, katanya saya penjilat, sampai nyonya ngasih boneka itu buat saya. Padahal si mbok kerja jauh lebih lama daripada saya."


Saya tanya, "Oh, apa si mbok kepengen boneka itu, Ti?"

Kata Siti,"Iya, katanya seharusnya nyonya kasih boneka itu kepada si mbok sebab si mbok paling lama kerja disini, dan dia punya cucu yang juga mau mainan seperti itu".

Terjadinya cekcok seperti itu, saya pikir, hanya karena OCD ide yang benar-benar berlebihan, dan ide tidak berpikir bahwa hal itu bisa berdampak pada rasa iri orang lain yang tidak mendapat "jatah" barang yang baginya sudah sangat menakutkan atau menjijikkan.

Bukan tidak mungkin, banyak orang lain yang "menyayangkan", mengapa barang-barang yang ingin dibuangnya itu "bukan dibuang ke 'dia', bukan ke 'aku'..

Jangankan orang lain, saya, anak ide sendiri, sering berharap ide memberikan barang-barang yang 'berkuman' itu kepada saya, dan sudah saya katakan berkali-kali dalam banyak peristiwa serupa. Tetapi ide mengatakan "JANGAN!" dengan alasan, nanti saya yang terkena kuman dan kulit saya akan berpenyakit.

Orang lain berpenyakit kulit karena diberikan barang berkuman itu, rupanya tidak menjadi masalah, karena mereka tidak pernah menyentuh ide...

Banyak hal semacam itu terjadi pada ide. Walaupun sudah memahami apa yang dideritanya, kadangi masih juga OCDnya membuat orang-orang yang mencintainya heran dan tidak habis pikir, mengapa sedemikian jijiknya ibuku ini terhadap hal yang dianggap "bisa dicuci", "bisa dibersihkan", "bisa diseka", dsb. kalau ada benda miliknya "non-food" yang jatuh, dan tidak serta-merta diberikan kepada orang lain, seolah tidak mau lagi melihat benda malang tersebut.

Saputangan-saputangannya yang indah-indah sudah banyak yang berpindah tangan ke pembantu-pembantunya, karena seringkali ketika ide "membalik jemuran", saputangan itu jatuh, saking kering dan ringannya!

Hingga kini, ide masih seperti ini. Tidak ada yang bisa mengingatkannya bahwa setiap benda yang jatuh, bisa dibersihkan, bahkan kalau perlu dengan alkohol, jadi tidak selalu harus 'dibuang" kepada pembantu yang belum tentu menghargai benda-benda itu...

Apakah ini benar-benar OCD atau bukan (tidak pernah minta konfirmasi dari seorang psikolog atau psikiater), kami semua selalu berusaha untuk mengerti dan menerima kebiasaan ide itu yang ia sendiri tidak mau merubahnya.


Walaupun kemungkinan ia menikmati OCD-nya tetapi tidak bisa dipungkiri juga bahwa hidupnya banyak mengalami stres karena kebiasaannya itu sendiri, terutama jika orang-orang di sekitar hidupnya tidak mau memperhatikan kebersihan dan kerapian.






Tidak ada komentar: