09 Januari, 2009



West Lake (Xi Hu)
Hang Zhou


Teratai dan Yang-liu (weeping willow)
mendominasi tepian danau ini


Liu He Pagoda (Liu He berarti 6 Harmoni)



di atas boat, di West Lake


Hang Zhou terletak di Pr0vinsi Zhejiang, 180 km Barat Daya Shanghai.. Ditemukan 2200 tahun lalu oleh Dinasti Qin, dan pernah menjadi ibukota China.






West Lake adalah salah satu pusat turis yang paling terkenal dengan pagoda Liu He (Ingat-ingat cerita film Kisah Siluman Ular Putih - White Snake Legend)
Sayangnya, ga ketemu silumannya selama berada di situ...



Jembatan, air danau dan pohon yang liu,
tiga hal yang merefleksikan kesedihan suatu perpisahan



Rupanya, sering juga menjadi
tempat
pemotretan outdoor pengantin




Kisah cinta khas Hang Zhou
yang diperagakan dalam seni tari
di suatu pertunjukan seni dan budaya setempat



tarian yang menggambarkan
wanita-wanita cantik
Hang Zhou
ketika memetik teh di pagi hari




tarian
"The Thousand-Hands Guan Yin Bodhisatva"
Hangzhou tidak lepas dari kehidupan beragama

(dalam hal ini, mayoritas adalah penganut
Buddha Mahayana)


Selain West Lake, juga kami diajak mengunjungi Ling Yin Monastery, satu dari 10 vihara Mahayana terbesar di antero China. Saya sendiri tidak memasukinya, hanya melihat-lihat sekitarnya. Terlalu banyak orang yang bersembahyang sehingga asap dupa sepertinya bisa mengganggu pernapasan.





Menurut informasi yang saya dengar dari guide Chinese yang sangat fasih berbahasa Indonesia, vihara ini berdiri ditandai oleh kedatangan seorang bhiksu India bernama Huili (pastinya nama ini sesuai dengan lafal lidah Chinese), yaitu pada masa Dinasti Jin. (Mungkin ia adalah Bodhidharma, bhiksu India yang membawa ajaran Buddha ke China, ajaran yang disebut Cha'n, dan yang kemudian berkembang dengan nama "Zen Buddhism", seperti yang tersebar di Jepang dan Korea)



Salah satu figur Bodhisatva Kwan Yin,
Dewi Welas-asih yang ada di taman vihara


Konon bhiksu tersebut menetap di daerah ini untuk bermeditasi dan menjalankan praktek spiritualnya, sehingga dinamakan "Ling Yin" yang berarti "Soul Retreat". Tidak salah sih, karena memang tempat ini pastinya cocok sekali untuk "retret", meditasi, kontemplasi, atau apapun sebutannya. Banyak bagian-bagian area yang sunyi sehingga mempermudah orang untuk memusatkan perhatiannya pada suatu objek meditasi.

Vihara ini sangat penting bagi ke lima dinasti yang berkuasa (sejak 907-960 AD). Di kompleks yang luar biasa luas itu, banyak terdapat bagunan yang difungsikan sebagai perpustakaan, tempat pengobatan, tempat relaksasi (yang katanya dibangun 1000 tahun lalu oleh dinasti Tang), dll.

Sayang sekali, halamannya yang amat luas, tertata rapi, bersih, dan indah, terus terang, tidak sebanding dengan kondisi kebersihan Toiletnya. Aduhaiii !! :(
Tidak perlu saya ceritakan di sini.


Oh ya, ada rumah makan vegetarian di sana. Yang saya lihat, kebanyakan adalah turis bule yang bersantap. Kadang penghargaan orang bule terhadap budaya China jauh melebihi penghargaan orang-orang Indonesia keturunan China sendiri.... Bahkan bule-bule lebih tertarik dan tahu banyak tentang sejarah China. Mungkin bagi mereka, budaya, tradisi, dan spiritualisme orang-orang China lebih "eksotis" daripada budaya mereka sendiri...!





Hal lain tentang Hang Zhou, konon kota yang pernah menjadi ibukota China ini terkenal bukan hanya keindahan alamnya serta arsitektur kuil-kuil dan pagodanya, tapi juga kecantikan wanita-wanitanya!

Guide saya menjelaskan, mereka menjaga kesehatan, kehalusan dan kemulusan kulitnya dengan minum teh hijau yang tumbuh di suatu daerah di Hang Zhou setiap hari. Wah! Kabarnya, uap teh hijau panas dapat digunakan untuk menjaga keindahan dan kesehatan mata. Maka, kata guide kami, penduduk di desa itu, Long Jin, rata-rata mempunyai penglihatan yang masih baik di usianya yang sudah lanjut.


di sebuah tempat pengolahan teh hijau


Saya lihat ada foto-foto berbagai raja/ratu, kepala negara (termasuk Megawati) dan tokoh-tokohterkenal lainnya dari berbagai negara, di satu tempat pembuatan teh.

Terakhir, kami diberi kesempatan mencoba "Ayam Pengemis" di sebuah restoran. Dibungkus dengan daun teratai dan dibakar (seharusnya dibakar dengan kayu, bukan dengan oven)


Oh, kaya gitu ya, rasanya...
Sedikit ada bau "apek"
Kalau dibungkus dengan daun pisang,
mungkin aromanya bahkan lebih baik!
(tapi nanti namanya bukan "pengemis" lagi)
hehehe





Tidak ada komentar: