25 Februari, 2009




Lukisan mulut seorang anak Tibet
sebagai hadiah kasih








Setiap kali saya melihat lukisan-lukisan ini, saya selalu teringat raut wajah anak perempuan berusia 10 tahun yang membuatnya. Betapa tidak! Ia seorang dari sekian banyak anak-anak Tibet yang tinggal dalam pengasingan di Dharamsala, India, di bawah pimpinan spiritualnya, Dalai Lama Tenzin Gyaltso.




Yang membuat saya terharu, anak-anak ini adalah anak-anak cacat fisik. Ada beberapa yang juga tuna grahita. Anak yang memberikan gambar-gambar ini melukis dengan mulutnya karena ia terlahir tanpa kaki dan tangan. Tapi wajahnya yang imut dan selalu memperlihatkan senyum manisnya, merefleksikan suatu keinginan yang kuat untuk tetap berbahagia dengan segala keterbatasan fisiknya.
Barangkali sesuai dengan namanya Zopa yang berarti "patience" katanya, dia memang terlihat sabar dan berbudi halus.

Dari apa yang diperbuatnya, dia mengajarkan saya untuk tetap berusaha dan mensyukuri hidup walaupun fisik tidak mendukung, dan hidup dalam keprihatinan.

Seringkali, kita yang mempunyai anggota tubuh lengkap, lebih suka mengeluh karena ada sesuatu yang diderita (kurang sehat, kurang cantik, kurang tampan, kurang kaya, kurang pandai, dsb). Kita tidak cukup bersyukur atas apa yang sudah menjadi berkah bagi kita, tetapi lebih cenderung membandingkan kebahagiaan atau kesulitan kita dengan orang lain. Dan hampir selalu merasa kurang puas, karena kelihatannya rumput tetangga lebih hijau daripada rumput di halaman sendiri.






"The worst prison would be a closed heart"
(Pope John Paul II)

Tidak ada komentar: