29 Januari, 2009



Ibu Guruku Sayang



Ada dua orang ibu guru yang begitu berkenan di hati saya. Selain jasanya sebagai pendidik, beliau-beliau juga menjadi panutan sejati bagi saya. Mungkin justru karena contoh yang mereka tunjukkan kepada saya, membuat saya ingin mengikuti jejaknya, yaitu menjadi guru. Apa yang mereka lakukan bagi anak-anak didiknya, mengantarkan saya pada kuliah di IKIP Jakarta.


Ibu Murti
Ntah sekarang beliau ada di mana
dan bagaimana kabarnya.
Terakhir saya berjumpa dengannya di Labuan,
di SD Katholik yang dipimpinnya
bersama suami tercinta.



Dari Ibu Murti, saya belajar tentang "kesabaran". Bahwa guru yang sabar seperti beliau, sangat disayang dan dihormati anak-anak muridnya. Gaya bicaranya yang khas Yogyakarta, terdengar lembut di telinga, tanpa mengurangi kesan wibawanya.

Bukan hanya manis wajahnya, sikapnya pun membuat keluarga saya amat menghormatinya. Wajah Timurnya benar-benar menyejukkan hati. Bahkan kalau saya sedang sedih karena nilai yang kurang bagus, Ibu Murti akan memandang saya dengan matanya yang indah, menghibur dengan mengatakan, "Sebenarnya kamu pandai. Belajar lebih giat lagi tentu bisa membuatmu mendapat angka lebih bagus lagi". Begitu kata-katanya yang tidak dapat saya lupakan. Kata-kata yang diucapkan seperti seorang ibu kepada anak kandungnya.

Tawanya yang juga "manis didengar", membuat saya kadang rindu ingin bertemu lagi dengannya dan bercanda. Saya ingin sekali menggodanya dengan mengingatkannya pada waktu beliau sering meminta saya memasukkan surat-suratnya untuk calon suaminya di Labuan, propinsi Banten (sekarang). Tentu saja saat-saat itu adalah saat-saat dimana ibu guruku yang baik hati ini sedang "berpacaran". Dan kami, murid-muridnya, tahu semua...

Ibu Murti memang pantas mencintai dan dicintai suaminya karena suaminya juga pria yang sangat santun, sabar dan baik hati, sifat yang juga dimiliki Ibu Murti. Kelihatan sekali beliau sangat mencintai Ibu Murti. Itu membuat anak-anak murid seperti saya, lega dan ikut gembira.





Ibu guru kami yang istimewa
di kelas V,
SD Mardiyuana, Serang



Ibu Suwarti
Guru Kelas VI
Foto bersama sahabat-sahabat
(dari kiri)
Lilis, Ong Hong Liu, saya, Ernie Wiriawan




Ibu Suwarti.
Tidak pernah saya menemukan seorang guru yang begitu tegas, lugas, "gesit", energetic, seperti beliau. Walaupun demikian, gaya feminin dan keibuannya begitu menonjol. Rambutnya yang panjang ekor-kuda hingga melewati pinggang, merupakan bagian lain dari daya tariknya ketika mengajar, karena rambut ekor-kudanya akan terombang-ambing indah mengikuti gerak kepalanya. Saya paling suka dengan caranya mengajar menyanyi. Suaranya keren lho! Kalau mengajar lagu wajib, wah Ibu Warti (begitu kami memanggilnya) bersemangat sekali, sehingga anak-anak ikut terbawa semangatnya. Dan (saya masih ingat betul), bu Warti menyanyi dengan lembut, emosional, ketika pertama kali kami diajarkan lagu Sayonara dalam bahasa Inggris:

"Sayonara, Japanese Goodbye
Goodbye, Sayonara, but you musn't cry
No more we stop to see pretty cherry blossoms
No more we 'neath the trees looking at the sky

Sayonara, if it must be so
Whisper sayonara, smiling as we go
No more we stop to see pretty cherry blossoms
No more we 'neath the trees looking at the sky

Sayonara, sayonara
Goodbye

Lagu tahun 1957-an yang dinyanyikan oleh Berlin Irving ini berhasil menjadi lagu favorit saya jaman itu.. Dengan diajarkan oleh Ibu Suwarti, lyrics lagunya terasa mudah sekali dihafalkan (ketika kami di kelas VI sama sekali belum mengerti bahasa Inggris!)

Ibu Suwarti mengajarkan lagu ini untuk paduan suara pada waktu perpisahan. Dari nadanya yang sedih, dan kata-kata yang diterjemahkannya kemudian, membuat saya terpesona dengan lagu Jepang ini (sampai sekarang!)

Ibu Suwarti sering juga jengkel karena anak-anak muridnya suka bandel, dan suka bicara sendiri ketika ibu Warti mengajar. Dengan banyak menasehati, ibu guruku ini memperlihatkan bagaimana mengatasi kebandelan kami. Beliau membuat saya semakin bertekad untuk menjadi guru setelah saya besar...

Mudah-mudahan, Ibu Murti dan Ibu Warti masih ingat kepada anak-anak didiknya, termasuk saya. Dan mudah-mudahan suatu saat nanti beliau menemukan Blog ini agar kami bisa kembali menyambung tali kekeluargaan.



Tidak ada komentar: